Bili'u

Perempuan menggunakan baju adat Bili'u dalam acara pernikahan adat Gorontalo
Pada 12 Mei 1962, Hasri Ainun Besari Habibie menggunakan Bili'u saat pergelaran upacara adat Gorontalo dalam resepsi pernikahannya dengan Presiden RI ke-3, B.J. Habibie di Hotel Preanger, Kota Bandung, Jawa Barat
Pakaian Bili'u dikenakan oleh Puteri Indonesia

Bili'u (dibaca bili-u) merupakan pakaian tradisional perempuan suku Gorontalo, Pulau Sulawesi, Indonesia.[1]

Bili'u adalah salah satu pakaian adat Gorontalo yang wajib digunakan mempelai wanita dalam upacara adat pernikahan. Bili'u dalam perkembangannya dikenal sebagai salah satu pakaian adat yang unik dan penuh nilai-nilai filosofis di Indonesia.[2]

Pada tahun 2012, Bili'u ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi.[3]

Penggunaan

Bili'u adalah baju adat kebesaran yang digunakan oleh perempuan Gorontalo dalam upacara adat. Pasangan dari pakaian adat Bili'u adalah Paluwala, sebagai pakaian adat yang digunakan oleh laki-laki suku Gorontalo.

Pakaian adat Bili'u dan Paluwala biasanya digunakan oleh kedua mempelai pengantin pada acara resepsi pernikahan dengan adat Gorontalo yang kental. Perempuan Gorontalo dengan busana Bili'u akan menari "Tidi Lo Polopalo" dihadapan mempelai pria dan hadirin tamu undangan.[4]

Kedudukan Bili'u

Dalam tata urutan pakaian adat perempuan Gorontalo, Bili'u adalah pakaian tradisional yang paling lengkap ornamen adatnya, dan paling tinggi kedudukannya karena disertai pula dengan penggunaan mahkota adat yang lengkap.[5]

Makna Bili'u

Bili’u berasal dari kata bilowato, artinya adalah "yang diangkat".[6] Secara harfiah dimaknai bahwa perempuan yang menggunakan Bili'u akan diangkat derajatnya dengan memperlihatkan ayuwa (sikap) dan popoli (tingkah laku) yang santun, termasuk sifat dan pembawaanya yang baik di lingkungan keluarga.[7]

Jika diperhatikan, seluruh bentuk pakaian maupun ornamen pada Bili'u menggambarkan penghargaan adat Gorontalo pada perempuan dengan cara menutup aurat dan melindungi tubuh perempuan dari atas hingga ke bawah. Oleh karena itu, penggunaan pakaian Bili'u tidak boleh sembarangan dan harus menaati norma budi pekerti yang berlaku.

Warna Adat

Menurut adat Gorontalo, setiap warna adat yang dipakai oleh perempuan Gorontalo menunjukkan nilai filosofis yang berbeda dan menjunjung tinggi derajat serta martabat perempuan yang menggunakannya. Adat Gorontalo mengenal empat warna adat yang disebut dengan "Tilabataila", yakni Merah, Kuning, Hijau dan Ungu.[8]

Nilai Filosofis Warna Adat

  • Warna ungu melambangkan keanggunan. kesetiaan, dan kewibawaan
  • Warna merah melambangkan keberanian dan tanggungjawab
  • Warna kuning melambangkan kemuliaan, dan kejujuran
  • Warna hijau melambangkan kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan

Bagi adat Gorontalo, warna ungu menjadi warna kebangsawanan tertinggi dengan nilai-nilai adat yang luhur. Oleh karena itu warna ungu sering digunakan sebagai warna utama dalam rangkaian upacara adat.

Perkembangan terkini

Pakaian ini biasanya dipakai pada waktu pengantin duduk bersanding di pelaminan adat (Pu’ade). Namun, seiring berkembangnya zaman, Bili'u juga sering digunakan pada acara kenegaraan, peringatan hari besar dan lain sebagainya.

Variasi Warna

Pada masa kini, pakaian adat Bili'u mengalami perubahan dalam hal warna, yaitu terdapat variasi selain empat warna adat yang telah ditentukan, seperti biru, putih gading, dan hitam. Variasi warna ini biasanya diikuti oleh perkembangan zaman dengan pilihan warna yang mengikuti selera.

Saat ini, pakaian adat Bili’u lebih variatif baik dari pemilihan warna, bahan, dan asesoris pakaian dengan memadumadankan warna pakaian. Perubahan pada warna pakaian, membuat pakaian adat Bili'u lebih indah dan lestari karena diminati oleh generasi muda.

Warna yang dihindari

Meskipun tidak ada larangan adat untuk menggunakan warna Bili'u selain 4 warna adat, namun sebaiknya menghindari Bili'u dengan warna putih dan biru. Kedua warna ini biasanya dihindari dan tidak dipergunakan dalam pakaian adat bili'u, sebab warna putih melambangkan kesucian, sedangkan warna biru bermakna duka cita yang juga digunakan dalam upacara pemakaman atau acara peringatan kematian.

Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Pada tahun 2012, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyetujui dan menetapkan Bili'u sebagai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang diakui secara otentik berasal dari masyarakat Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Sulawesi.

Penetapan ini menjadi salah satu bentuk pengakuan serta penghargaan pemerintah yang tinggi terhadap salah satu warisan budaya dan adat nusantara yang tak ternilai harganya.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Mengenal Bili'u, Baju Adat Gorontalo untuk Pengantin Wanita". gopos.id. 2019-08-25. Diakses tanggal 2022-08-23. 
  2. ^ Welianto, Ari (2021-02-25). Welianto, Ari, ed. "Biliu, Pakaian Adat Gorontalo". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-08-19. 
  3. ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2022-08-23. 
  4. ^ https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/12/180608469/tari-tidi-lo-polopalo-tarian-pernikahan-di-gorontalo
  5. ^ Naini, U., 2015. Pengembangan Kerajinan Tenun Lokal Gorontalo Menjadi Model-Model Rancangan Busana Yang Khas dan Fashionable Guna Mendukung Industri Kreatif. Hibah Bersaing (DP2M), 2(984).
  6. ^ Hasmah, H., 2019, December. MOHARAPU DALAM ART FASHION (Harapan Seorang Wanita Yang Dituangkan Dalam Art Fashion). In SemanTECH (Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora) (Vol. 1, No. 1, pp. 358-362).
  7. ^ Sangiran, BPSMP (2017-10-19). "Pakaian Adat Gorontalo Ikut Menyemarakkan Pameran Bersama". BPSMP Sangiran (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-08-19. 
  8. ^ Times, I. D. N.; Arthasalina, Dian Septi. "Filosofi Bijak di Balik Baju dan Aksesoris Pengantin Adat Gorontalo". IDN Times. Diakses tanggal 2022-08-19.